Sunday 5 February 2017

Duet Wan-Herry Membesarkan Toysmart


Jumlah toko mainan anak yang membidik kelas menengah dan dikelola secara modern masih terbatas. Biasanya, di mal-mal justru banyak toko mainan impor yang harganya mahal, sedangkan pasar atau toko tradisional menjual produk mainan anak dengan pengelolaan ala kadarnya. Peluang inilah yang diendus Wan Muhammad Hasyim, Presdir Toysmart, untuk menghadirkan rumah mainan Toysmart.
Meski demikian, masuknya Wan di bisnis mainan anak tergolong telat. Maklumlah, awalnya ia belum yakin bahwa berdagang mainan akan menghasilkan omset yang signifikan. Lihatlah, sejarah berdirinya Toysmart, sebagaimana diakui Wan, bermula dari sebuah toko alat tulis dan fotokopi tahun 1996. Lalu, atas permintaan pelanggan — yang minta disediakan barang-barang yang dapat dijadikan kado ulang tahun  di tahun 2000 Wan membuka toko kedua seluas 3 X 6 m2 di kawasan Jababeka, Cikarang Baru. Ananda, nama toko itu, khusus menjual mainan anak dan boneka. Tak dinyana, dalam beberapa bulan beroperasi, respons konsumen luar biasa. “Saya baru sadar ternyata omset bisnis mainan anak lebih bagus dari alat tulis, ujar Wan. Sejak itulah, tekadnya bulat: menjadi wirausaha. Ia pun mengundurkan diri sebagai karyawan dari sebuah perusahaan patungan Taiwan-Indonesia. 
Setelah tiga tahun Toko Ananda beroperasi, Wan mulai berpikir mengembangkan bisnisnya agar lebih modern. Kebetulan, kala itu orang-orang sedang dilanda demam bisnis waralaba (franchise). Ia tergiur mewaralabakan bisnisnya. Nama tokonya pun diganti supaya lebih keren dan punya nilai jual. Tahun 2003 ia mengibarkan bendera Toysmart untuk mengembangkan konsep rumah mainan modern yang dikelolanya. Lagi-lagi, Wan seperti mendapat durian runtuh. Sama seperti Toko Ananda yang di awal kehadirannya saja diminati pembeli, waralaba Toysmart pun diburu investor. Tidak percaya?“Dalam tempo dua tahun berjalan saja, jaringan outlet Toysmart berkembang pesat di seluruh Pulau Jawa menjadi 30 toko, ujar pria kelahiran Riau, 3 Juli 1969, itu.

Menariknya, dari sejumlah terwaralaba (franchisee) Toysmart, ada salah seorang yang tertarik menjadi pemegang saham di manajemen Toysmart. Namanya, Herry Harunrasyid, seorang engineer yang pernah bekerja di PT Jaya Konstruksi dan PT Conblock Indonesia. Sebelumnya, Herry membuka dua gerai waralaba Toysmart tahun 2005 di Bekasi (Perumahan Galaxy) dan Depok dengan nilai investasi Rp 110 juta/toko. Gayung bersambut. Wan tidak menolak keinginan Herry bergabung membesarkan Toysmart. Sejak itulah, seperti Wan, Herry juga total menjadi wirausaha dan menanggalkan status sebagai profesional di tempat ia meniti karier. Alhasil, Wan tidak single fighter lagi di tubuh manajemen Toysmart.

Sejatinya, pertemuan Wan-Herry untuk bermitra mengembangkan Toysmart tanpa ada kesengajaan. “Awal ketertarikan saya masuk ke Toysmart ketika saya mengikuti kuliah di Entrepreneur University milik Purdi Chandra. Di sana Wan menjadi mentor, kata Herry. Sarjana teknik sipil dari Universitas Indonesia ini waktu itu mendapat banyak sekali tawaran bisnis waralaba di luar Toysmart. “Saya sempat tertarik dengan franchise makanan atau musik, ujarnya. Namun setelah dipikir, membuka toko mainan tidak memerlukan sumber daya manusia sebanyak gerai waralaba makanan. Cukup tiga SDM untuk menjaga toko secara bergantian.

Dengan masuknya Herry sebagai pemegang saham, otomatis mereka berbagi peran: Wan tetap menjadi Dirut, sedangkan Herry sebagai Direktur Operasional. Berapa komposisi sahamnya? “Wah, rahasia deh, yang jelas lumayan, tutur Herry saat disinggung soal nilai investasi yang dibenamkannya. Dalam perkembangannya, duet Wan-Herry mampu membawa kemajuan Toysmart yang berarti. Salah satu buktinya, gerai Toysmart berkembang dari 30 menjadi 40 toko. Bahkan, sebelum Idul Fitri 2006 Toysmart bakal membuka empat toko lagi, antara lain di Atrium Senen, Jakarta. Herry pun membuka wawasan Wan, agar gerai Toysmart tidak cuma berkutat di kawasan ruko sebagaimana yang dikembangkan selama ini. “Setelah ada Herry, toko Toysmart juga merambah kawasan mal kelas menengah, kata Wan.

Wan tergolong selektif dalam memilih calon terwaralaba Toysmart. Ini dimaksudkan agar pengelolaan toko bisa standar di semua cabang. Walau begitu, ia membenarkan dari total 40 gerai Toysmart sekitar 70% dimiliki jaringan waralaba. Adapun besarnya investasi yang harus disediakan calon investor Toysmart minimal Rp 140 juta. Biaya itu sudah termasuk franchisee fee Rp 25 juta, kelengkapan produk mainan, rak dan sewa tempat. Tentu saja, dengan letak dan luas lokasi yang berbeda, kebutuhan nilai investasinya pun berlainan.

Herry yakin, dalam tempo dua tahun investasi waralaba Toysmart sudah balik. Ini mengacu pada pengalaman mayoritas terwaralaba Toysmart yang telah berjalan: rata-rata membutuhkan waktu 24 bulan untuk meraih return on investment. Target itu bisa tercapai dengan asumsi omset bersih paling tidak Rp 30 jutaan/bulan dengan laba bersih 16%. Asyiknya, jika ada jenis mainan tertentu yang sedang musim, omset akan terkatrol. Ia mencontohkan, beberapa waktu lalu terjadi booming mainan mobil remote control dan tamiya, maka omset tiap gerai langsung melejit di kisaran Rp 50-70 juta/bulan. Sementara itu, harga mainan dan boneka yang ditawarkan Toysmart bervariasi, dari Rp 20 ribu sampai Rp 400 ribu.

Selain itu, Herry mengklaim, Toysmart memiliki banyak keunggulan, di antaranya pengaturan toko yang rapi, bersih, banyak pilihan produk dan harganya jelas. Sejauh ini, produk mainan Toysmart disuplai dari Cina (80%) dan sisanya pabrik mainan lokal. Dibandingkan dengan waralaba food & beverage atau minimarket, Toysmart diakui Herry lebih unggul. Pasalnya, produk-produk yang ditawarkannya tidak akan pernah kedaluwarsa.

Guna menarik konsumen lebih banyak, Toysmart rajin menggelar promosi. Setidaknya 2-3 bulan sekali dilakukan promosi, misalnya memberikan hadiah langsung seperti mug, diskon khusus, hingga hadiah ponsel dan iming-iming lain. Tiap promosi diatur dan dikelola manajemen pewaralaba (franchisor). Dengan demikian, ada biaya promosi yang dibebankan pada terwaralaba, sebesar Rp 500 ribu-1 juta atau 1% dari nilai omset yang dibukukan investor.

Secara manajemen, Wan-Herry selalu memperbaiki sistem dan pengelolaan hingga SDM-nya. “Kami juga selalu mengikuti perkembangan pasar toys, dengan menghadirkan produk-produk terbaru hasil kerja sama dengan importir pilihan, Herry menjelaskan. Dan, untuk memperkuat merek, Wan rajin mendukung seminar tentang waralaba.

Baik Wan maupun Herry optimistis, bisnis Toysmart masih mampu melaju kencang. Keyakinan ini didasarkan pada melesatnya pertumbuhan bisnis Toysmart dan tingkat persaingan yang belum terlalu tajam. Menurut Wan, persaingan toko mainan yang ada terjadi di “kelas tradisional. Di sisi lain, jumlah toko mainan kelas premium lokasinya terbatas di mal bergengsi. Itu artinya, pasar segmen menengah belum ada yang digarap dengan jaringan kuat dan serius. Itulah sebabnya, dengan kekuatan Toysmart dalam manajemen, promosi atau pelatihan karyawan, pihaknya yakin bakal menaklukkan pasar.

Herry berusaha memperkuat pandangan Wan dengan menunjukkan besarnya potensi pasar mainan anak. “Kalau bisnis resto, persaingannya cukup ketat. Sementara, bisnis mainan di level menengah belum begitu sengit kompetisinya dan potensinya besar, Herry menimpali. Dikatakannya, pertumbuhan industri ini mengikuti tingkat pertumbuhan penduduk, karena anak-anak selalu membutuhkan mainan. Bahkan, mainan koleksi jenis mobil remote dan tamiya digemari hingga anak SMP. Jadi, tidak mustahil, ke depan Toysmart bakal berekspansi ke luar Jawa. “Rencana memang ada, kami masih pelajari. Tapi, mungkin belum tahun ini pembukaannya.

Pengamat bisnis Sukono Soebekti mengakui, dari segi bisnis, keunikan usaha mainan anak merupakan pendorong keberhasilan Toysmart. Tidak banyak perusahaan yang memilih usaha mainan anak, padahal jumlah anak yang memerlukan mainan senantiasa bertambah,ujarnya. Namun, kunci keberhasilan wirausaha ini tentunya didasari kerja keras, kedisiplinan dan keuletan.

Di mata Sukono, duet Wan-Herry merupakan kombinasi unik. Kedua pemilik Toysmart itu dulunya dikenal sebagai karyawan, kemudian sama-sama pindah kuadran menjadi wirausaha. “Ini sekaligus membuktikan (lagi) bahwa eks pegawai dapat menjadi pengusaha sukses. Saya sering mencontohkan kisah Pak Haryono (pemilik griya pijat Bersih Sehat — Red.) yang meninggalkan posisi sebagai pegawai Pemda DKI, kemudian berhasil merintis usaha gerai pijat hingga punya cabang di Singapura, kata Senior Faculty Member PPM Graduate School of Managament ini.

ChairmanThe Indonesian Institute for Corporate Directorship itu menilai kombinasi antara akuntan (Wan) dan ahli teknik sipil (Herry) merupakan kombinasi yang ideal. Alasannya, Wan dapat menghitung dan mengelola keuangan dengan cermat, sedangkan Herry menguasai bidang produksi/operasi perusahaan. Lagi pula, keduanya mempunyai kelebihan: terbiasa bekerja dalam sebuah sistem (di organisasi tempat mereka berkarya sebelumnya).

Untuk manajerial waralaba, Sukono menyarankan agar perusahaan dikelola dengan spirit win-win antara pewaralaba dan terwaralaba. Menurutnya, semua aturan, hak dan kewajiban, baik di dalam organisasi maupun sistem waralaba mestinya dirancang dan dijalankan dengan baik. “Tidak terlambat dalam menyiapkan diri sebagai organisasi besar,ujarnya. Sebab, organisasi yang sedang tumbuh pesat umumnya sering terlambat menyiapkan sistem manajemen dan SDM yang andal. Padahal, keterlambatan persiapan ini bisa mengakibatkan lunturnya kepercayaan para stakeholder yang dapat merugikan Toysmart.

Kadir, salah seorang terwaralaba Toysmart, mengaku bahwa manajerial waralaba yang dipilihnya cukup bagus. “Saya tertarik membeli waralaba Toysmart karena dikelola dengan manajemen yang modern dan baik, tutur Kadir yang membuka toko pertamanya 6 bulan lalu. Ia sudah puas dengan kinerja waralaba Toysmart, sehingga ingin menambah satu toko lagi. Kadir mengenal seluk-beluk Toysmart ketika mengikuti seminar tentang kewirausahaan yang menghadirkan Wan sebagai pembicara. “Waktu itu sebetulnya saya mendapat penawaran franchise Bakmi Tebet. Tapi karena manajemen Toysmart tidak terlalu rumit, orang yang dibutuhkan tidak banyak dan investasinya juga cukup terjangkau, jadi saya mau bergabung.

Menurut Kadir, yang membuka gerai Toysmart di Ruko Greenfil, Jakarta Barat, dengan luas 60 m2, investasi yang dibenamkannya sekitar Rp 180 juta. “Omsetnya sesuai dengan yang dijanjikan, Rp 25-30 juta/bulan, kata pria 48 tahun yang pensiun dini sebagai pegawai negeri sipil itu. Ia menyarankan agar manajemen Toysmart lebih gencar berpromosi dan memberikan pelatihan pada karyawan supaya bisa menggenjot omset.

0 comments: