Seperti yang di beritakan oleh Majalah Trubus, hasil penelitian Ir Iskandar Mamoen MS, periset di Departemen Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi, Tasikmalaya, Jawa Barat, proses fermentasi mocaf lebih cepat, cukup 1 jam. Penambahan mikroba, Iskandar menyebutnya bioaktivator, pun cukup sekali. Iskandar yang meriset pemanfaatan bioaktivator untuk proses fementasi mocaf sejak Maret 2009, menyebut tepung buatannya itu sebagai motes alias modifikasi tepung singkong(Trubus (01/10)
Peran enzim selulase
Iskandar menggunakan bioaktivator berupa kumpulan beberapa spesies mikroba. Sebut saja Lactobacillus sp, selubizing phospate bacteria - bakteri pelarut fosfat, Azetobacter sp, dan ragi. Iskandar enggan menyebutkan asal isolasi bakteri itu. Mikroba-mikroba itu menghasilkan asam laktat yang berperan dalam meningkatkan proses dekomposisi atau pemecahan lignin dan selulosa. Selain asam laktat, bioaktivator menghasilkan enzim selulase.
Menurut Prof Ir Haryadi MAppSc PhD, guru besar Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, "proses percepatan fermentasi menjadi 1 jam karena adanya enzim selulase itu. Enzim itu berperan mendegradasi selulosa yang membungkus pati ubikayu. 'Kombinasi asam laktat dan enzim selulase memungkinkan proses fermentasi terjadi dalam waktu 1 jam," ungkap Haryadi.
Tanpa pemecahan selulosa, proses pengolahan singkong sekadar menghasilkan tepung gaplek. Aroma singkongnya pun masih menyengat. Dengan fermentasi menggunakan asam laktat tidak hanya didapat mocaf yang bertekstur halus - karena selulosa hancur - tapi juga aroma singkong hilang dan warna tepung putih.
Sementara menurut Dr Achmad Subagio MAgr dari Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember, Jawa Timur, proses fermentasi mocaf selama 1 jam tak memungkinkan. Musababnya mikroba yang dipergunakan tak bisa langsung bekerja mendegradasi selulosa. 'Mikroba mulai bekerja setelah 3 - 4 jam. Pada 1 jam pertama mikroba mirip bayi belum bisa beraktivitas,' ungkap doktor kimia pangan alumnus Osaka Prefecture University itu.
Hasil riset Iskandar menunjukkan pemakaian bioaktivator untuk pembuatan tepung mocaf selama ?? jam tak memberikan hasil optimal. 'Ketika digiling, serat singkong masih banyak yang panjang dan kasar,' ungkap Iskandar. Serat belum terdegradasi sempurna oleh mikroba. Perlakuan lebih dari 1 jam menyebabkan singkong terlalu lembek sehingga tak layak dijadikan tepung.
Rendemen naik
Tak hanya waktu fermentasi yang lebih singkat, jumlah rendemen pun meningkat menjadi 40%, sebelumnya 30 - 33%. Biasanya untuk menghasilkan 1 kg tepung mocaf diperoleh dari 3 kg singkong. 'Dengan bioaktiviator, 1 kg tepung mocaf cukup dihasilkan dari 2,5 kg singkong yang telah dikupas,' ungkap Iskandar. Untuk fermentasi 1 ton singkong segar cukup dibutuhkan 1 liter bioaktivator seharga Rp35.000. Menurut Dr Solihin dari Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang, Jawa Timur, kadar air singkong saat panen menentukan rendemen tepung mocaf. Semakin tinggi kadar air maka rendemen mocaf semakin rendah.
Proses fermentasi yang lebih cepat dan rendemen meningkat pada gilirannya berpengaruh pada biaya produksi. Jika pada proses fermentasi 7 - 8 jam menghabiskan biaya Rp2.500 - Rp3.000 untuk menghasilkan 1 kg mocaf, maka pada pada fermentasi 1 jam ongkosnya cukup Rp2.000 - Rp2.100. (Faiz Yajri)
http://motekap.blogspot.com/2010/07/achmad-subagio-anak-singkong-penemu.html
0 comments:
Post a Comment